Tudung Saji Kabupaten Landak (Kerajianan Tangan Melayu Ngabang)
Tudung
Saji Kabupaten Landak
Historisnya tudung saji merupakan penutup makanan yang
terbuat dari bahan bahan yang bersumber dari alam, diantaranya daun pandan berduri, resam atau naman (bahasa melayu ngabang ), kulit
dalam bambu lemang (layau) dan lainnya.
Tudung Saji sering juga disebut penyungkup makanan.
Kebanyakan masyarakat masa kini, terutamanya kaum Melayu menggunakan tudung saji untuk menutup dan melindungi makanan dari pada lalat dan sebagainya.
Kapan dan siapa pembuat tudung saji ini pertama kalinya tidaklah diketahui secara pasti.
Kerajinan ini diperkirakan telah ada bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Islam Landak dengan raja pertamanya Raden Abdulkahar atau yang dikenal dengan sebutan Raden Ismahayana (1542-1584).
Pekerjaan membuat tudung saji ini merupakan kerjaan sampingan selain bertani dan dikerjakan oleh kaum ibu dari suku melayu. Pada masa lalu, pembuatan tudung saji ini kebanyakan di pakai untuk keperluan sehari-hari maupun untuk keperluan pesta perkawinan.
Pada mulanya hanya ada 2 jenis tudung saji yang dikenal oleh masyarakat Melayu Landak yaitu tudung saji untuk penutup makanan dan tudung saji penganten.
Mengikuti kemodern dan perkembangan zaman bentuk dan kegunaan dari tudung saji ini mengalami beberapa perubahan,kegunaan tudung saji ini sudah dipakai juga sebagai hiasan dengan ukuran yang mini (kecil) sebagai keperluan untuk souvenir.
Tudung saji yang dipakai sebagai perlengkapan untuk pesta (penganten) ini di buat agak istimewa dibandingkan dengan yang di pakai untuk keperluan sehari-hari.
Tudung saji penganten ini pada bagian luarnya dibungkus dengan kain yang diberi ornamen bermotifkan flora dengan sulur dedaunan dan bunga-bungaan yang dikenal dengan sebutan awan.
Pada bagian lain juga terdapat hiasan yang terbuat dari lempengan perak bahkan kadangkala dari emas dengan motif flora dan fauna seperti tumpal (pucuk rebung). Pembuatan tudung saji pada masa lampau erat kaitannya dengan pengrajin perak/emas.
Untuk membuat lebih menarik, tudung saji ini juga diberi warna-warna seperti warna kuning, putih, merah, hijau, biru dan ungu dengan warna kuning yang lebih dominan karena warna kuning merupakan warna yang di pakai untuk raja-raja dan golongan bangsawan.
Selain sebagai alat perkawinan, tudung saji ini juga dipakai sebagai souvenir untuk para tamu yang sangat dihormati.
Konon, menurut penuturan sejarah, pada saat terjadi peperangan antara kerajaan Landak dengan kerajaan Sukadana dalam peristiwa memperebutkan intan kobi, Landak dikalahkan dan rajanya Pangeran Anom Jahya Kesuma (1764-1768) di tawan dan di bawa ke Sukadana. Untuk membalas dan membebaskan rajanya, Kerajaan Landak meminta bantuan pada Kerajaan Banten. Maka diutuslah Puteri Ratu Mas Adi ke Banten dengan membawa souvenir berupa persembahan antara lain sebuah tudung saji bertabur yang ditampuknya dihiasi dengan dua butir intan permata.
Bentuk tudung saji ini sendiri berupa setengah bulatan dengan alas kakinya berbentuk bundaran yang memang cocok untuk menutup alat-alat hidangan yang digunakan pada masa lampau seperti pahar, baki dan semberit yang permukaannya juga berbentuk bundar.
Ukuran dari tudung saji ini pada awalnya hanya 2 macam yaitu yang berukuran pahar (berdiameter 65 cm) dan semberit (berdiameter 42 cm). Kerajinan tudung saji ini juga terdapat di beberapa daerah di kalimantan Barat, tetapi hasil dari pengrajin dari landak ini mempunyai kekhususan tersendiri.
Tudung Saji sering juga disebut penyungkup makanan.
Kebanyakan masyarakat masa kini, terutamanya kaum Melayu menggunakan tudung saji untuk menutup dan melindungi makanan dari pada lalat dan sebagainya.
Kapan dan siapa pembuat tudung saji ini pertama kalinya tidaklah diketahui secara pasti.
Kerajinan ini diperkirakan telah ada bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Islam Landak dengan raja pertamanya Raden Abdulkahar atau yang dikenal dengan sebutan Raden Ismahayana (1542-1584).
Pekerjaan membuat tudung saji ini merupakan kerjaan sampingan selain bertani dan dikerjakan oleh kaum ibu dari suku melayu. Pada masa lalu, pembuatan tudung saji ini kebanyakan di pakai untuk keperluan sehari-hari maupun untuk keperluan pesta perkawinan.
Pada mulanya hanya ada 2 jenis tudung saji yang dikenal oleh masyarakat Melayu Landak yaitu tudung saji untuk penutup makanan dan tudung saji penganten.
Mengikuti kemodern dan perkembangan zaman bentuk dan kegunaan dari tudung saji ini mengalami beberapa perubahan,kegunaan tudung saji ini sudah dipakai juga sebagai hiasan dengan ukuran yang mini (kecil) sebagai keperluan untuk souvenir.
Tudung saji yang dipakai sebagai perlengkapan untuk pesta (penganten) ini di buat agak istimewa dibandingkan dengan yang di pakai untuk keperluan sehari-hari.
Tudung saji penganten ini pada bagian luarnya dibungkus dengan kain yang diberi ornamen bermotifkan flora dengan sulur dedaunan dan bunga-bungaan yang dikenal dengan sebutan awan.
Pada bagian lain juga terdapat hiasan yang terbuat dari lempengan perak bahkan kadangkala dari emas dengan motif flora dan fauna seperti tumpal (pucuk rebung). Pembuatan tudung saji pada masa lampau erat kaitannya dengan pengrajin perak/emas.
Untuk membuat lebih menarik, tudung saji ini juga diberi warna-warna seperti warna kuning, putih, merah, hijau, biru dan ungu dengan warna kuning yang lebih dominan karena warna kuning merupakan warna yang di pakai untuk raja-raja dan golongan bangsawan.
Selain sebagai alat perkawinan, tudung saji ini juga dipakai sebagai souvenir untuk para tamu yang sangat dihormati.
Konon, menurut penuturan sejarah, pada saat terjadi peperangan antara kerajaan Landak dengan kerajaan Sukadana dalam peristiwa memperebutkan intan kobi, Landak dikalahkan dan rajanya Pangeran Anom Jahya Kesuma (1764-1768) di tawan dan di bawa ke Sukadana. Untuk membalas dan membebaskan rajanya, Kerajaan Landak meminta bantuan pada Kerajaan Banten. Maka diutuslah Puteri Ratu Mas Adi ke Banten dengan membawa souvenir berupa persembahan antara lain sebuah tudung saji bertabur yang ditampuknya dihiasi dengan dua butir intan permata.
Bentuk tudung saji ini sendiri berupa setengah bulatan dengan alas kakinya berbentuk bundaran yang memang cocok untuk menutup alat-alat hidangan yang digunakan pada masa lampau seperti pahar, baki dan semberit yang permukaannya juga berbentuk bundar.
Ukuran dari tudung saji ini pada awalnya hanya 2 macam yaitu yang berukuran pahar (berdiameter 65 cm) dan semberit (berdiameter 42 cm). Kerajinan tudung saji ini juga terdapat di beberapa daerah di kalimantan Barat, tetapi hasil dari pengrajin dari landak ini mempunyai kekhususan tersendiri.
Seiring
Perjalanan Pengrajin tudung saji Ngabang
Ketua
Kelompok tudung saji Kenanga II, Maimunah dari Dusun Raiy Desa Raja, Kecamatan
Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat,mengatakan tudung saji Ngabang
sudah dipamerkan dan diperdagangkan ke manca negara.
Hingga saat ini, kata Ketua Kelompok Pengrajin Tudung Saji Kenanga II, pemasaran tudung saji ini telah menyebar ke Pontianak, Jakarta, Malaysia, dan Brunei Darussalam,
"Produk hasil kerajinan tangan khas dari kota intan ini juga pernah dibawa ke negeri Belanda sebagai duta kerajinan tangan perwakilan Indonesia," katanya.
Kebanyakan orang menjadikan produk kerajinan tangan ini sebagai kado atau oleh-oleh untuk keluarga di luar Kabupaten Landak.
Tudung saji untuk hiasan dinding yang paling kecil bisa dijual Rp35 ribu hingga Rp50 ribu per pasangnya," kata Maimunah.
Jika dulu desain tudung saji masih sederhana, sekarang berbagai motif telah dikembangkan untuk mempercantik produk ini, seperti motif lingkaran, bintang dan semprong, sehingga menarik minat para pecinta kerajinan.
"Produk tudung saji ini bisa dijadikan penghias dinding yang tidak kalah indah untuk mempercantik interior ruangan," kata Maimunah.
Tudung Saji Ngabang sudah menembus di sejumlah event mulai dari tingkal lokal dan internasional.
Para pengrajin tudung saji selain membuat tudung saji juga menghasilkan tempat sirih, tempat sendok dan dan lainnya.
Selama ini produk kerajinan tangan ini menjadi andalan masyarakat kota Ngabang.
Namun menjadi permasalahannya tudung saji yang sudah menjadi kerajinan turun temurun ini, sekarang bahan bakunya sulit untuk dicari karena ulah penebangan liar dan kebun-kebun yang bertambah luas yang menyebabkan dampak kurangnya bahan baku untuk produksi tudung saji ungkapnya.
Hingga saat ini, kata Ketua Kelompok Pengrajin Tudung Saji Kenanga II, pemasaran tudung saji ini telah menyebar ke Pontianak, Jakarta, Malaysia, dan Brunei Darussalam,
"Produk hasil kerajinan tangan khas dari kota intan ini juga pernah dibawa ke negeri Belanda sebagai duta kerajinan tangan perwakilan Indonesia," katanya.
Kebanyakan orang menjadikan produk kerajinan tangan ini sebagai kado atau oleh-oleh untuk keluarga di luar Kabupaten Landak.
Tudung saji untuk hiasan dinding yang paling kecil bisa dijual Rp35 ribu hingga Rp50 ribu per pasangnya," kata Maimunah.
Jika dulu desain tudung saji masih sederhana, sekarang berbagai motif telah dikembangkan untuk mempercantik produk ini, seperti motif lingkaran, bintang dan semprong, sehingga menarik minat para pecinta kerajinan.
"Produk tudung saji ini bisa dijadikan penghias dinding yang tidak kalah indah untuk mempercantik interior ruangan," kata Maimunah.
Tudung Saji Ngabang sudah menembus di sejumlah event mulai dari tingkal lokal dan internasional.
Para pengrajin tudung saji selain membuat tudung saji juga menghasilkan tempat sirih, tempat sendok dan dan lainnya.
Selama ini produk kerajinan tangan ini menjadi andalan masyarakat kota Ngabang.
Namun menjadi permasalahannya tudung saji yang sudah menjadi kerajinan turun temurun ini, sekarang bahan bakunya sulit untuk dicari karena ulah penebangan liar dan kebun-kebun yang bertambah luas yang menyebabkan dampak kurangnya bahan baku untuk produksi tudung saji ungkapnya.
Komentar
Posting Komentar